PROFIL DAN SEJARAH LANUD SUPADIO
LANUD SUPADIO
TNI Angkatan Udara adalah salah satu bagian integral dari Tentara Nasional Indonesia yang memiliki tugas pokok sebagai penegak kedaulatan negara di wilayah udara nasional, mempertahankan keutuhan wilayah dirgantara nasional dan penegak hukum di udara serta mengembangkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan keamanan di udara. Adapun TNI Angkatan Udara memiliki fungsi sebagai alat pertahanan keamanan negara di wilayah udara nasional. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, telah dijabarkan kepada jajaran yang berada dibawah komando TNI Angkatan Udara.
Pelaksanaan fungsi dan tugas pokok TNI Angkatan Udara dijabarkan dalam satuan-satuan yang berada dibawah jajarannya dan salah satu jajaran yang berada dibawah jajaran TNI Angkatan Udara adalah Komando Operasi Angkatan Udara (KOOPSAU) dan satuan komando ini memiliki fungsi sebagai komando kewilayahan, yang terbagi menjadi 2 bagian, terdiri dari Komando Operasi Angkatan Udara I untuk komando kewilayahan Indonesia Bagian Barat dan Komando Operasi Angkatan Udara II untuk komando kewilayahan Indonesia Bagian Timur.
Tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas pokok tiap-tiap satuan komando itu tergantung dari tingkat keberhasilan dari satuan-satuan kerja yang berada dibawah jajarannya. Adapun salah satu satuan/pangkalan udara yang berada dibawah tanggung jawab pembinaan Komando Operasi Angkatan Udara I (KOOPSAU I) adalah Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio, yang memiliki tugas pokok sebagai pelaksana penegak kedaulatan udara di Kalimantan Barat pada khususnya dan wilayah Indonesia pada umumnya.
Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio dalam perjalanan sejarahnya, dimulai dari suatu daerah yang tertutup oleh hutan belantara. Dengan adanya perkembangan tingkat perekonomian masyarakat di sekitar daerah Kampung Sungai Durian, terutama di daerah Pelabuhan Motor Sungai Durian, sehingga menyebabkan perkembangan arus lalu lintas angkutan Sungai Kapuas menjadi meningkat pesat. Kepadatan arus lalulintaspun semakin meningkat padat, setelah dibukanya jalan raya dari simpang tiga ke Pontianak sehingga mengakibatkan semakin padatnya arus lalu lintas di Sungai Kapuas maupun di arus lalu lintas darat.
Melihat dan mempertimbangkan kondisi arus lalu lintas angkutan di sekitar daerah Sungai Durian yang semakin padat , maka Pemerintah Belanda mulai memikirkan untuk mencari alternatif lain sarana angkutan lalu lintas guna mengurangi kepadatan arus lalu lintas Sungai Kapuas. Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka pemerintah Belanda berencana untuk membuka lapangan terbang di daerah Sungai Durian. Pemerintah Belanda melakukan kesepakatan dengan Kerajaan Pontianak untuk merencanakan pembangunan lapangan terbang di daerah Sungai Durian.
Setelah mendapat kesepakatan dengan Kerajaan Pontianak maka Kerajaan Pontianak menyerahkan sebagian lahan untuk dipergunakan pemerintah Belanda guna membangun lapangan terbang tersebut. Pemerintah Belanda mulailah melaksanakan penelitian-penelitian di daerah Sungai Durian, terutama penelitian mengenai struktur tanah dan faktor-faktor kondisi alam di daerah tersebut. Langkah awal yang dilaksanakan oleh Pemerintah Belanda dalam kegiatan penelitian itu adalah dengan mendatangkan tenaga-tenaga insinyur dari Belanda.
Pertimbangan lain pemerintah Belanda untuk membangun lapangan terbang di daerah Sungai Durian, adalah pertimbangan faktor strategis pertahanan yaitu untuk mempertahankan kekuasaan pemerintah Belanda di daerah Kalimantan Barat dari pihak Jepang dan para pejuang Republik Indonesia. Pada saat itu pemerintah Belanda sedang terlibat Perang Dunia II dengan salah satu musuhnya adalah pemerintah Jepang.
Namun sangat disayangkan rencana Pemerintah Belanda tersebut tidak dapat terlaksana karena dalam Perang Dunia Ke II, Pemerintah Belanda dikalahkan oleh Pemerintah Jepang. Pada masa pendudukan Jepang rencana pembangunan Lapangan Terbang Sungai Durian dilanjutkan sampai dengan selesai. Maksud dari pembangunan lapangan tersebut adalah untuk membangun kekuatan udara Jepang di Kalimantan Barat dengan menempatkan pesawat-pesawat tempurnya untuk menunjang berbagai kegiatan penerbangan guna melawan kekuatan Sekutu/NICA di daerah Kalimantan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Penempatan pesawat tempur tersebut bukan hanya di tempatkan di landasan saja namun demikian juga ditempatkan di sekitar landasan dengan ditutupi semak-semak belukar untuk penyamaran.
Pada saat lapangan terbang baru selesai dikerjakan maka Pemerintah Jepang mulai melaksanakan uji coba landasan dengan menggunakan pesawat tempurnya. Sewaktu pesawat tempur Jepang itu melaksanakan take off, maka pesawat tempur Jepang itu menyenggol troli pasir yang berada di pingir landasan sehingga pesawat itu mengalami kecelakaan dan mengakibatkan penerbang Jepang meninggal seketika. Untuk menghormati penerbang yang meninggal itu, maka Pemerintah Jepang membangun Tugu/Monumen Jepang dan setiap orang yang akan melewati Tugu/Monumen Jepang itu harus sudah tahu sebelumnya, pada jarak berapa dari Tugu/Monumen Jepang memberi hormat, apabila melakukan kesalahan akan mendapat sanksi tegas dari tentara Jepang yang menjaga Tugu/Monumen Jepang tersebut.
Apabila ditinjau dari sejarah nama Lapangan Terbang Sungai Durian, dari informasi para sesepuh dan data-data yang didapat dari lapangan bahwa pemberian nama itu disesuaikan dengan letak daerah Lapangan Terbang yaitu berada di daerah Sungai Durian. Sejarah nama lapangan terbang Sungai Durian dimulai kira-kira tahun 1908 Kampung Sungai Durian masih merupakan hutan belantara dan merupakan daerah tertutup yang dahulu dikenal sebagai daerah yang angker, tidak berpenghuni apalagi jalan tikus, yang ada hanya jalan Sungai Kapuas dari Pontianak.
Menurut cerita ada beberapa orang kampung yang gagah berani yang mencoba hendak menebang hutan di daerah ini, namun demikian tidak berhasil dikarenakan hantu kuntilanak sangat ganas dan menakut-nakuti manusia yang berlabuh dipinggir Sungai Kapuas. Mereka hanya berhasil membabat pinggiran Sungai Kapuas sampai Muara Sungai Kecil dan mereka menanami pinggiran yang telah dibabat itu dengan menanami pohon-pohon Durian. Setelah pohon-pohon Durian itu kian hari kian bertambah besar maka sejak itu kampung ini dinamakan Kampung Sungai Durian sampai dengan sekarang. Dengan adanya proses waktu, terutama pada zaman pendudukan Pemerintah Jepang, pohon-pohon durian itu mulai bertumbangan karena pengaruh erosi Sungai Kapuas.
Setelah Pemerintah Jepang mengalami kekalahan perang dengan pihak Sekutu/NICA pada tahun 1942, maka Indonesia kembali dijajah oleh pihak Sekutu/NICA. Pada waktu Pemerintah Belanda kembali menjajah Indonesia, Belanda tidak ada usaha untuk membangun kembali Pangkalan Udara Sungai Durian yang sudah dalam kondisi rusak parah akibat dibom oleh pihak Sekutu yang membonceng Belanda. Mulai tahun 1951 oleh Bangsa Indonesia mulai adanya usaha untuk membangun kembali Lapangan Terbang Sungai Durian dengan memperbaiki kondisi yang telah rusak parah karena sebagian telah berubah menjadi hutan dan sebagian lagi sudah menjadi areal pertanian/ladang.
Adapun pembangunan kembali Pangkalan Udara Sungai Durian dimulai dari pembentukan Perwakilan Singkawang I sampai menjadi Pos Penghubung. Peningkatan pembangunan Lapangan Terbang Sungai Durian, dimulai pada saat hubungan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia terjadi konfrontasi. Pemerintah Indonesia melaksanakan persiapan operasi “Dwikora” dan mulai dilaksanakan gelar kekuatan pesawat terbang dan pasukan. Untuk dapat menampung semua kekuatan maka diadakan peningkatan pembangunan lapangan Terbang sungai Durian dalam waktu cukup singkat.
Dengan adanya pelaksanaan kegiatan persiapan operasi “Dwikora” dan pembangunan kemampuan Lapangan Terbang Sungai Durian maka Lapangan Terbang Sungai Durian menjadi sibuk, ditambah lagi adanya gelar pasukan. Rencana dari Pemerintah Indonesia bahwa Lapangan Terbang Sungai Durian akan dijadikan Pangkalan Aju/Operasi karena letak Lapangan Terbang Sungai Durian yang berhadapan langsung dengan negara Malaysia. Dalam perkembangan selanjutnya, sejarah Lapangan Terbang Sungai Durian mengalami banyak rangkaian proses perubahan, mulai dari perubahan peningkatan status atau tipe maupun perubahan penggantian nama.
Adapun perubahan status/peningkatan tipe Lapangan Terbang Sungai Durian dari tipe “C” menjadi tipe “B”, sedangkan perubahan nama Pangkalan Udara Sungai Durian berubah nama menjadi Pangkalan TNI AU Supadio sejak tahun 1969. Dengan berubahnya status tersebut maka diikuti dengan penempatan 1 Skadron pesawat tempur dengan kekuatan 18 pesawat Hawk Mk 109/209. Dengan adanya Skadron Udara tersebut maka Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio dinyatakan sebagai pangkalan induk.
Skadron Udara 1 memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang, dari awal sampai akhirnya dipindahkan ke Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio. Proses didalam menyiapkan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pemindahan Skadron Udara 1 dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Abdurachman Saleh ke Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio mengalami proses perjalanan sejarah yang cukup lama. Proses pemindahan Skadron Udara 1 ini, diawali pada tanggal 29 April 1999 dalam tahap pertama kedatangan 2 buah pesawat Hawk MK 209 menempati pos baru di Pangkalan TNI Angkatan Udara Supadio dan secara berangsur-angsur/tahap demi tahap maka pada bulan Nopember 1999, 18 pesawat Hawk 209 telah diterima Skadron Udara 1 dan menjadi kekuatan Skadron Udara 1.
Type pesawat yang sama yaitu Hawk 109/209 juga dioperasikan oleh Skadud 12 di Lanud Pekanbaru. Dengan kekuatan 2 Skadron tersebut diharapkan pengamanan di wilayah Indonesia bagian Barat dapat dilaksanakan secara maksimal sehingga perkiraan ancaman yang datangnya dari Corong Barat dan Corong Utara dapat ditangkal dan secara umum dapat menjaga kedaulatan NKRI di wilayah udara nasional.
Dibentuknya Skadron Udara 51Lanud Supadio, yang mengawaki Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA), dirancang untuk melakukan berbagai ragam misi. Di antaranya Intelligence, Surveillance, dan Reconnaissance (ISR). Lewat misi-misi ini, personel Skadron Udara 51 diharapkan bias mendukung misi medan perang di level taktis dan strategis. Skadron Udara 51, kini telah menjelma jadi salah satu ujung tombak kekuatan militer.
Skadron Udara 51, diresmikan pada Rabu 15 Februari 2015. Saat itu, acara yang berlangsung khidmat dihadiri para pejabat di lingkungan Lanud Supadio, Danskadud 1, Danyon 465 Paskhas, Dandenhanud 473, dan warga Skadron Udara 51. Kegiatan tersebut dipimpin oleh Danlanud Supadio, Kolonel Pnb Palito Sitorus, S.IP., M.M. Peresmian Skadud 51 ditandai dengan penyerahan tunggul Skadud 51 Jaya Aksi Angkasa dari Pangkoopsau I Marsekal Muda TNIA A. Dwi Putranto kepada Komandan Skadud 51 Letkol Pnb A Gogot Winardi di Makoopsau I, Jakarta.
Menurut Danskadud 51 Lanud SUpadio, Letkol Pnb Arie Sulanjana, ST., sistem kerja PTTA terdiri dari 3 komponen utama yaitu Unmanned Air Vehichel (AUV), Ground Control Station (BCS), Ground Data Terminal (GDT). Sedangkan crew yang mengawaki UAV Skadron 51, Mission Comander, Internal Pilot, External Pilot, Chief Technisian, Technisian dan Payload Operator. Untuk pengoprasian bias dilaksanakan bisa dilaksanakan secara mobile sesuai dengan area misi pengintai.
PTTA tersebut, lanjut Letkol Pnb Arie Sulanjana, ST., memiliki spesifikasi rentang sayap 8.3 m, panjang 4.5 m, tinggi 1.3 m, bobot max 230 kg, beban max 50 kg, daya jangkau 200 km, dengan daya tahan 12 jam. Sesuai dengan fungsinya PTTA Skadron Udara 51, Lanud Supadio, adalah operasi pengintaian perbatasan di Natuna. Danskadud menyatakan, satuan yang diresmikan dan mulai operasional pada Desember 2015, telah melaksanakan operasi terhadap pelanggar perbatasan wilayah NKRI, menghalau Illegal Fishing serta mendukung operasi penumpasan teroris kelompok Santoso di Tinombala Poso.
Saat ini, Skadud 51 yang dikenal dengan nama Elang Pengintai, terus meningkatkan profesionalitas. Latihan rutin, serta peningkatan kemampuan personel, jadi prioritas satuan. Posisi strategis Lanud Supadio, yang merupakan salah satu pelaksana di jajaran Koopsau I, memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena berada di wilayah perbatasan. Terlebih lagi kawasan udara di atas daerah ALKI juga sangat rawan dan tidak menutup kemungkinan adanya pihak asing yang akan memanfaatkan kawasan lintas tersebut untuk melakukan berbagai tindakan pelanggaran, termasuk pelanggaran kedaulatan negara du udara.
Melalui latihan yang dilaksanakan enam bulan, terhitung mulai tanggal 11 Februari – 11 Agustus 2017, Danskadud 51 bersyukur dalam pelaksanaannya dapat berjalan lancer dana man sehingga tercipta zero accident. Latihan lanjutan Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) Skadud 51, diikuti oleh 6 perwira teknik. Adapun anggota Skadud 1 yang berhasil meraih prestasi antara lain, Letkol Pnb Dedi Kusuma Jaya, Mayor Pnb Sukamto, dan Kapten Pnb Noviono yang berhasil meraih kualifikasi Internal Pilot. Kemudian Kapten Pnb Muslih yang berhasil meraih kualifikasi External Pilot dan Kapten Tek Yubie, Kapten Lek Fahrozi dan Lettu Lek Yoga yang berhasil meraih kualifikasi anggota jadi modal untuk meningkatkan professional. Skadud 51 ke depannya akan terus berkarya, menjaga kedaulatan udara NKRI.