PROFIL DAN SEJARAH ABDULLAH SANUSI HANANDJOEDIN
LANUD ABDULLAH SANUSI HANANDJOEDIN
Khusus di kawasan barat wilayah Indonesia, terdapat Pangkalan TNI Angkatan Udara H. AS Hanandjoeddin (dulu Pangkalan Angkatan Udara Tanjungpandan) yang berada di pulau Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lanud H. AS Hanandjoeddin sendiri merupakan salah satu pangkalan operasi yang berkedudukan langsung dibawah Panglima Komando Operasi Udara 1.
Sejarah Pangkalan TNI AU H. AS Hanandjoeddin bermula sejak tahun 1958 ketika terbentuk Detasemen Penghubung Angkatan Udara Tanjungpandan, kemudian meningkat sebagai Pangkalan Udara (Lanud) Tanjungpandan hingga berubah menjadi Pangkalan TNI Angkatan Udara H. AS Hanandjoeddin pada tahun 2012. Lanud H. AS Hanandjoeddin telah menjadi saksi sejarah perjuangan Angkatan Udara dari masa ke masa di wilayah Bangka Belitung.
Sejarah Lanud Tanjungpandan diawali ketika Belanda mengalami kekalahan terhadap Jepang pada tahun 1942. Persisnya, pada tanggal 10 April 1942 meninggalkan pulau Belitung. Setelah Belanda, giliran bala tentara Jepang masuk menggantikannya sebagai penjajah.
Di pulau timah ini, Jepang berkeinginan memperkuat armada militer, disamping membangun pelabuhan laut juga membangun lapangan udara. Pembangunan lapangan udara ini dimulai pada tahun 1943 di sebuah kampoeng (sekarang desa Buluhtumbang), sehingga lapangan tersebut diberi nama Lapangan Terbang Buluhtumbang.
Pembangunan Lapangan Terbang ini menggunakan tenaga dan warga kampung Buluhtumbang dan sekitarnya, dengan system kerja paksa yang dianut Jepang pada saat itu yaitu “Romusha” kerja rodi tersebut menghasilkan “Air Strip” sederhana namun sudah dapat didarati oleh pesawat-pesawat Jepang.
Sementara itu pada bulan Agustus 1945, serangan bom atom “Fatman” dan “Little Boy” terhadap kota Hiroshima dan Nagasaki dengan menggunakan pesawat B-29 Superfortress menyebabkan Jepang menyerah pada sekutu. Menyusul peristiwa itu, tentara Jepang angkat kaki dari pulau Belitung pada bulan Agustus 1945 tanpa menyerahkan Air Strip sederhana di Buluhtumbang kepada pihak siapapun.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, sebuah pesawat terbang amfibi PBY Catalina Belanda dengan Captain Pilot Arnold mendarat di Belitung, membawa tiga orang Belanda bekas pegawai NV GMB (Gemeenschapelijke Mijnouwmaatschappij Billiton) sebuah perusahaan penambang timah yang beroperasi di pulau Belitung yang memang terkenal dengan kekayaan alam berupa timah.
Berdirinya perusahaan NV GMB di pulau Belitung memberi dampak dan arti penting bagi Lapangan Udara Buluhtumbang sebagai alternatif utama pendukung transportasi udara, khususnya untuk kepentingan Belanda, dan pada akhirnya NV GMB dapat menguasai Lapangan Udara Buluhtumbang, sementara KLM (Maskapai Penerbangan Negeri Belanda) membuka perwakilannya di Belitung dangan mengoperasikan pesawat-pesawat dari jenis DC-3/Dakota.
Pasca Agresi Belanda II berlangsung Konfrensi Meja Bundar (KMB) antar wakil Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda di Den Haag, Belanda, pada tahun 1949. Perundingan ini menghasilkan sejumlah kesepakatan, salah satu poinnya memutuskan agar pemerintah Belanda menyerahkan semua fasilitas penerbangan dan pangkalan udara yang ada di Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Tahun 1952 Lapangan Udara Buluhtumbang diambil alih oleh Departemen Penerbangan Sipil (DPS) Pusat dibawah kepemimpinan Syahbandar Hidayat. Dengan demikian untuk pertama kalinya penerbangan sipil di Lapangan Udara Buluhtumbang mulai beroperasi dibawah Pemerintah Republik Indonesia.
Pada tahun 1998, Lapangan Udara/Bandara Buluhtumbang yang diubah nama menjadi Bandara H.AS Hanandjoeddin untuk menghormati Letkol Psk (Purn) H.AS Hanandjoeddin yang saat ini sudah almarhum. Beliau merupakan putra daerah Belitung yang berhasil meniti karier di Kopasgat TNI Angkatan Udara Republik Indonesia dan pernah menjabat Bupati Belitung periode 1966-1972. Seiring dengan perjalanan waktu Lapangan udara Buluhtumbang yang kemudian berganti nama menjadi Bandara H.AS Hanandjoeddin mengalami perkembangan pesat sehingga fasilitas pendukung penerbangan semakin lengkap dan maju mengikuti perkembangan teknologi, dan saat ini telah resmi menjadi Bandara Internasional H. AS Hanandjoeddin.
Pada tanggal 11 April 1958, Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) sudah mulai beroperasi di Tanjungpandan dengan dibentuknya Detasemen Penghubung Angkatan Udara yang bermarkas di jalan Veteran VI.
Pada saat itu yang menjabat sebagai Komandan Detasemen Penghubung AURI adalah Sersan Udara Satu (SU 1) Danu sebagai pejabat sementara dibantu dengan beberapa anggota. Tugas utama Detasemen Penghubung Angkatan Udara Tanjungpandan pada saat itu adalah melayani pesawat-pesawat AURI (Ground Handling) yang mendarat di Landasan Udara Buluhtumbang, disamping tugas lain yaitu sebagai penghubung TNI AU dengan masyarakat.
Sersan Udara Satu (SU 1) Danu dan anggotanya merupakan perintis sekaligus merupakan cikal bakal Lanud Tanjungpandan.
Dalam masa perkembangannya, sekitar tahun 1970 Lanud Tanjungpandan mengalami sejumlah perubahan, khususnya dalam rangka konsolidasi penyiapan pangkalan. Perubahan status pangkalan dari “Detasemen Penghubung” menjadi “Detasemen Angkatan Udara” dan selanjutnya menjadi Pangkalan Udara yang disingkat Lanud. Pulau Belitung dipandang memiliki arti strategis bagi Pertahanan Keamanan Negara (Hankamneg) Dirgantara terutama sebagai penyangga pertahanan Ibukota Negara, Jakarta.
Pada tanggal 8 Februari 1960 dilakukan serah terima jabatan Komandan Detasemen Angkatan Udara (AU) Tanjungpandan dari Letnan Udara Satu (LU 1) Sunardi kepada Letnan Udara Satu (LU 1) Basyir Suryo (1960-1962). Pada periode ini komposisi staf Detasemen Angkatan Udara Tanjungpandan sudah hampir memenuhi syarat sebagai sebuah Detasemen.
Pada masa ini Komandan Detasemen Angkatan Udara Tanjungpandan Letnan Udara Satu (LU I) Basyir Suryo mulai melakukan pembangunan sejumlah bangunan fisik. Pada masa LU II R. Djarot Djojoprawiro menjabat Komandan, terjadi peristiwa bersejarah yang menjadi catatan khusus bagi perjalanan Lanud Tanjungpandan, yaitu terbit surat keputusan Panglima Angkatan Udara nomor 46 tahun 1966 yang memutuskan terhitung mulai tanggal 17 Mei 1966 status Detasemen Angkatan Udara Tanjungpandan ditingkatkan statusnya menjadi “Pangkalan Angkatan Udara” disingkat Lanud kelas III.
Pada akhir dekade 1970, Lanud Tanjungpandan mulai mempersiapkan kegiatan pembangunan markas Komando Lanud Tanjungpandan yang permanen di Jalan Sudirman Tanjungpandan. Lokasi baru ini merupakan bantuan pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Belitung yang pada saat itu dipimpin oleh Bupati Letnan Kolonel (U) H. AS Hanandjoeddin, seorang perwira menengah Kopasgat AURI yang juga Putra Daerah asal Belitung.
Tahun 2011 Letkol Nav Triswan Larosa berkesempatan menggantikan Letkol Pnb Freddy Harianto menjadi Danlanud Tanjungpandan. Pada masa ini dilakukanlah peresmian perubahan nama Lanud Tanjungpandan menjadi Lanud H. AS Hanandjoeddin oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
Fasilitas pendukung Lanud Tanjungpandan selain Landasan Udara H. A.S. Hanandjoeddin yang statusnya enclave militer adalah AWR (Air Weapon Range) Buding di Kecamatan Kelapa Kampit, Sebuah area penembakan udara yang dulu kawasan bekas Air Strip bala tentara Jepang yang dlbangun pada masa Perang Dunia Kedua.
PERUBAHAN NAMA
LANUD TANJUNGPANDAN
MENJADI LANUD H. AS HANANDJOEDDIN
Sejak tahun 1958 Pangkalan TNI AU Tanjungpandan telah menggunakan nama kota dimana Markas Komando berada, yakni kota Tanjungpandan kabupaten Belitung. Pada tahun 2000an, muncul keinginan yang kuat dari pemuka masyarakat Kepulauan Bangka Belitung untuk merubah nama Pangkalan TNI AU Tanjungpandan menjadi Pangkalan TNI Angkatan Udara H. AS Hanandjoeddin yang sebelumnya pada tahun 1998 nama Bandara Buluhtumbang telah mendahului berubah menjadi Bandara H. AS Hanandjoeddin, nama tersebut diambil dari nama seorang tokoh pejuang, tokoh masyarakat Belitung sekaligus pendahulu TNI Angkatan Udara Alm Letnan Kolonel Psk (Purn) H. AS Hanandjoeddin yang juga mantan Bupati Belitung yang bersahaja, merakyat, dan banyak meninggalkan kenangan bagi masyarakat Bangka Belitung, sehingga nama almarhum dipandang layak untuk dijadikan nama Pangkalan TNI Angkatan Udara di Tanjungpandan. Peresmian perubahan nama pangkalan udara (lanud) dari Lanud Tanjungpandan menjadi Lanud H. AS Hanandjoeddin dilaksanakan pada hari Senin 22 Oktober 2012, ditandai dengan penekanan tombol sirene oleh Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat. Dalam sambutannya, Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan perubahan nama ini merupakan salah satu bentuk penghargaan kepada para pahlawan dan sesepuh TNI Angkatan Udara, dengan mengabadikan namanya sebagai nama pangkalan udara melalui Peraturan Kasau Nomor: Perkasau/40/V/2012 tanggal 22 Mei 2012 tentang pergantian nama pangkalan TNI Angkatan Udara.
Dengan adanya peresmian nama Lanud H. AS Hanandjoeddin ini diharapkan para personel TNI AU mampu meningkatkan eksistensi dan peran lanud di wilayah ini, maupun sebagai salah satu pangkalan operasi TNI AU yang merupakan kekuatan pertahanan negara di udara. Berikut ini merupakan riwayat hidup singkat serta perjuangan Letkol Pas (Purn) H. AS Hanandjoeddin semasa kemerdekaan Republik Indonesia.