profil dan sejarah lanud suryadarma
LANUD SURYADARMA
Pangkalan Udara Kalijati (Vliegveld Kalidjati) merupakan pangkalan udara militer peninggalan Belanda yang dibangun di Kecamatan Kalijati Kabupaten Subang sebagai cikal bakal berdirinya Lanud Suryadarma. Pada tanggal 30 Mei 1914 Pemerintah Belanda membentuk Bagian Percobaan di bidang Penerbangan tentara Kerajaan Hindia Belanda (Proef Vlieg Afdeling/PVA) di Batavia yang saat ini bernama Jakarta. Namun PVA belum memiliki pesawat satupun. Akhirnya pada tanggal 6 November 1915 dilakukan penerbangan militer pertama oleh PVA di Hindia Belanda menggunakan pesawat amfibi Glenn Martin bermesin Hall scott 6 silinder yang dibeli dari Amerika. Pesawat tersebut diterbangkan oleh Letnan Ter Poorten didampingi mekaniknya yang bernama Steven terbang di atas Jakarta dan mendarat di perairan Tanjung Priok.
Pada tahun 1916 Letnan Jendral Walter Robert De Greve sebagai Komandan KNIL (1916-1919) mencari tempat yang luas di dekat Pamanukan dan Ciasem dan dipilihlah Kalijati untuk dijadikan bandara (Vliedveld Kalijati). Pada bulan Januari 1916 pesawat Glenn Martin yang sudah dimodifikasi roda pendaratnya diangkut menggunakan kereta api dan diangkut sejauh 4 Km melalui daerah yang tergenang air di Kalijati. Pada tanggal 8 Februari 1916 dilakukan penerbangan perdana di atas langit Kalijati oleh pilot Ter Poorten sebanyak 4 kali selama 53 menit. Selanjutnya pada 14 Februari 1916 terjadi kecelakaan pesawat yang menewaskan Letjend Michielsen dan pilot Letnan Ter Poorten luka berat. Kejadian ini menyebabkan kesiapan pesawat menurun dan tidak ada penerbangan sambil menunggu datangnya pesawat baru.
Pada tahun 1917 di Kalijati dibuka sekolah penerbangan yang pertama dengan mendatangkan 8 pesawat pengintai dan 4 pesawat latih baru. Keempat Pesawat Latih tersebut digunakan untuk kegiatan pendidikan bagi calon pilot/penerbang, sehingga pembangunan sarana prasarana pendidikan pilot di Pangkalan Udara Kalijati mulai dikerjakan dengan intensif dan hingga saat ini bangunan-bangunan tersebut masih berdiri dengan kokoh. Bangunan-bangunan tersebut antara lain Hanggar A, yang saat ini digunakan sebagai hanggar Satuan Udara Pertanian. Hanggar B yang saat ini digunakan sebagai Hanggar Skadron Udara 7, Hanggar C untuk Museum Amerta Dirgantara Mandala dan Pusat Pendidikan Terbang Layang, Hanggar D untuk Skadron Pendidikan
303, sedangkan bekas Gedung Sekolah Penerbang Belanda saat ini digunakan sebagai Markas Wingdiktekkal, juga kompleks-kompleks perumahan dinas salah satunya untuk Museum Rumah Sejarah Kalijati dan bangunan lainnya yang tersebar di area Lanud Suryadarma.
Sejak adanya sekolah penerbangan tersebut, tercatat bahwa intensitas penerbangan di Kalijati menjadi 100 kali lebih banyak daripada sebelumnya. Kapten Engelbert Van Bevervoorde dan Hilgers tercatat sebagai instruktur yang juga menerbangkan pesawat dari Koneingsplein (Lapangan Banteng) ke kalijati untuk menangani Sekolah penerbang. Selanjutnya pada 28 Juli 1917 Kalijati telah melahirkan penerbang pertama yang memperoleh brevet atas nama letnan Leendertz dan adanya penambahan 12 pesawat Avro dan 12 pesawat De havilland ke Kalijati.
Pada tahun 1918 terjadi perubahan organisasi dari bagian percobaan penerbangan menjadi Bagian Penerbangan yang terpusat di Kalijati. Kegiatan pelatihan penerbangan berkembang dengan pesat dan pada Februari 1918 Sekolah Navigator juga mulai dibuka di Kalijati. Pada tahun 1919 telah terjadi penurunan jumlah penerbangan karena adanya beberapa kecelakaan pesawat yang menewaskan beberapa instruktur, seperti Kapten Engelbert Van Bevervoorde dan Letnan Mosselman. Jumlah pesawat juga mulai menurun, material yang masih ada dipindahkan ke pangkalan Sukamiskin. November 1919 Kalijati ditinjau oleh Yang Mulia Susuhunan dari Surakarta dan Mayor Jendral Spruyt yang ikut terbang dengan pesawat De Hevilland dari Lapangan Banteng Batavia. Kunjungan ini mendorong pengembangan pembangunan sarana Hanggar dan fasilitas penerbangan baru. Pada 6 Desember 1919 juga mendarat pilot Ross Smith dari Australia yang melakukan penerbangan lintas dunia dengan pesawat Vickers Vimy.
Setelah berjalan 11 tahun, tepatnya pada tahun 1932, Sekolah penerbangan Hindia Belanda di Kalijati mulai menerima siswa pribumi, namun dengan persyaratan yang sangat ketat dan berat. Keadaan tersebut dialami oleh Letnan Suryadi Suryadarma saat harus menjalani tiga kali tes untuk diterima sebagai siswa navigator pada 1937. Sebelumnya, beliau telah menjalani pendidikan selama enam bulan di Akademi Militer Breda di Belanda, selanjutnya menjadi Komandan Peleton di Magelang. Atas saran dari rekan-rekannya, beliau melanjutkan sekolah navigator dan akhirnya lulus pada tahun 1939. Selanjutnya beliau menempuh pendidikan instruktur yang akhirnya mengantarkannya menjadi instruktur di Sekolah Navigator. Beberapa warga pribumi lainnya yang lulus brevet penerbang tingkat atas adalah Adi Sutjipto dan Sambujo Hurip. Sedangkan brevet penerbang tingkat pertama disandang oleh Husein Sastranegara, Sulistyo dan H. Suyono.
Pada tahun 1939 Belanda mulai memindahkan lokasi sekolah penerbang dan pengintai dari Kalijati ke Pangkalan Udara Andir, Bandung dan mengubah nama sekolahnya untuk digabungkan menjadi Vlieg en Warnemer School. Saat Jepang berhasil menduduki pertahanan Belanda di Kalijati, dilanjutkan dengan penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang tanpa syarat pada 8 Maret 1942, kemajuan bangsa Indonesia pada dunia penerbangan dibatasi, sehingga bangsa Indonesia hanya sedikit yang dididik mengikuti penerbangan atau menjadi awak pesawat.
Mengingat begitu berharganya Lanud Kalijati bagi Belanda, beberapa Tentara Udara Belanda kembali ke Kalijati setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II tahun 1945. Hal ini bertahan hingga Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949. Enam bulan kemudian, pada 27 Juni 1950 semua fasilitas militer Belanda di Pangkalan Kalijati diserahkan kepada Indonesia melalui AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Dan sejak itu Pangkalan Udara Kalijati dijadikan kembali sebagai pusat pendidikan penerbang tingkat dasar dan lanjutan oleh AURI. Namun pada tahun 1960 pendidikan penerbang dipindahkan ke Yogyakarta hingga kini. Sejak saat itu Lanud Kalijati mengalami kesunyian dan keheningan dari dunia penerbangan.
Situasi tersebut berubah pada tanggal 17 April 1989, saat Skadron Udara 7 sebagai skadron helikopter jenis khusus dan pendidikan pilot helikopter melaksanakan “Operasi Boyong” tahap pertama dari Lanud Atang Sendjaya, Bogor. Secara resmi pada bulan Juni 1990 Skadron Udara 7 telah menjadi satuan baru di bawah Lanud Kalijati dan sejak saat itu tugas Lanud Kalijati bukan hanya memberikan dukungan operasi udara, melainkan juga melaksanakan tugas tambahan pendidikan penerbang helikopter. Sejak dirintis tahun 1978 hingga tahun 2014, Skadron Udara 7 telah meluluskan sekitar 650 orang Pilot Helikopter. Selain prajurit TNI, pilot yang dididik sebelum tahun 1999 juga terdapat siswa-siswa dari luar negeri dan Kepolisian Republik Indonesia. Prestasi tersebut patut disyukuri karena dengan helikopter modifikasi jenis Bell 47G Soloy yang merupakan pesawat tua nan tangguh, para siswa berhasil melewati masa-masa penggemblengan di kawah candradimuka Skadron Udara 7, Lanud Suryadarma untuk menjadi pilot helikopter yang profesional.
Pada tahun 1997 Lanud Kalijati yang saat itu merupakan Lanud tipe C ditingkatkan menjadi Lanud tipe B dengan pejabat Komandan Lanud tipe B pertama adalah Kolonel Pnb Bambang Wahyudi. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor Skep/96/VIII/2001 Tanggal 27 Agustus 2001 Pangkalan TNI AU Kalijati berubah namanya menjadi Pangkalan TNI AU Suryadarma. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan kenangan atas jasa Bapak AURI, Marsekal (Purn) Suryadi Suryadarma yang merupakan lulusan sekolah Navigator atau Waarnemer School di Kalijati. Perubahan nama dari Lanud Kalijati ke Lanud Suryadarma ini diresmikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Hanafie Asnan pada tanggal 7 September 2001. Tanggal inilah yang sampai sekarang dijadikan sebagai hari ulang tahun Pangkalan TNI AU Suryadarma.
Pada tanggal 25 Juni 2015 Lanud Suryadarma berubah menjadi Lanud tipe A dan sampai saat ini sebagai Komandan Lanud ke-43 adalah Marsekal Pertama TNI Tarjoni (Alumni AAU 1992).
Marsekal (Purn) Raden Suryadi Suryadarma kini telah tiada, namun bangunan gading yang kuat dan kokoh telah beliau wariskan kepada generasi muda untuk dilestarikan dan dibangun menjadi lebih jaya dengan motonya yang amat melegenda “Kembangkan Terus Sayapmu demi kejayaan tanah air tercinta ini, Jadilah Perwira sejati pembela tanah air”. Bangunan gading itu adalah : “ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA”.